Beranda | Artikel
Mengajarkan Anak Untuk Cinta Al-Quran
Selasa, 3 November 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Mengajarkan Anak Untuk Cinta Al-Qur’an merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 17 Rabi’ul Awal 1442 H / 03 November 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Mengajarkan Anak Untuk Cinta Al-Qur’an

Kita sampai pada bab anak dan penguasaan dasar-dasar keilmuan. Tentunya yang kita maksud di sini adalah hal-hal yang sifatnya sunnah. Adapun perkara wajib tentunya sudah kita bahas sebelumnya di dalam bab penanaman dasar-dasar keimanan yang mana kita harus mengajarkan kepada anak-anak kita perkara yang sangat mendasar dalam Islam, yaitu tauhid dan lain sebagainya.

Yang kita maksud di dalam bab ini adalah memberikan sebanyak mungkin maklumat-maklumat yang dibutuhkan oleh anak-anak kita, terutama yang berkaitan dengan agama mereka. Pengetahuan-pengetahuan ini sangat bermanfaat bagi mereka dan sekaligus untuk menumbuhkan dan merangsang keinginan mereka untuk mendalami lebih jauh lagi tentang agama ini.

Sudah kita bahas sebelumnya bahwa perkara pertama adalah menumbuhkan semangat cinta ilmu kepada anak-anak kita, yaitu semangat untuk belajar menuntut ilmu sehingga dia punya ketahanan di dalam menuntut ilmu dan itu harus dibangun dari kecil. Banyak anak-anak yang putus ditengah jalan dalam menuntut ilmu karena memang tidak dilatih sejak kecil. Sehingga terhentilah perjalanannya menuntut ilmu. Mungkin itulah batas maksimal yang dimilikinya. Ini mungkin disebabkan bahwa sejak kecil dia tidak dilatih untuk mencintai dan  menekuni ilmu.

Belajar dengan mendalami sesuatu itu berbeda. Banyak anak-anak yang mau belajar, tapi menekuni sesuatu itu mungkin bisa dihitung dengan jari. Anak yang mau menekuni bidang-bidang tertentu di dalam ilmu, ini mungkin jarang kita lihat. Hanya anak-anak yang punya bakat dan anak-anak yang memang dilatih oleh orang tuanya sejak kecil untuk mau menimba ilmu lebih dalam dan lebih dalam lagi.

Maka kita lihat juga banyak anak-anak di pondok atau di sekolah belajar biasa, normal, tapi pada titik tertentu dia sudah kandas, perjalanannya menuntut ilmu selesai. Mungkin dia sibuk dengan kehidupannya ketika dia dewasa. Ada yang mungkin akhirnya berbisnis ataupun bekerja dan lain sebagainya. Adapun menekuni ilmu lebih jauh lagi, mungkin sudah selesai. Dan sebagian anak lainnya memang punya keingintahuan yang besar, semangat belajar yang tinggi, walaupun mungkin dia sudah berkeluarga, bekerja dan sebagainya, tapi itu tidak menghentikannya untuk mendalami ilmu lebih dalam lagi.

Kita lihat beberapa orang bermanfaat dari ilmu yang mereka pelajari. Sebagian mungkin cukup sampai di situ perjalanan mereka menuntut ilmu. Ini semua berkaitan dengan ketahanan anak tersebut untuk menuntut ilmu.

Kemudian berikutnya kita akan lanjutkan di dalam bab penguasaan dasar-dasar keilmuan yaitu:

1. Mengajarkan maklumat tentang Al-Qur’an dan hadits

Ini dasar hukum Islam. Dasar syariat Islam ada dua; Al-Qur’an dan hadits, itu sumber hukum Islam. Sumber syariat Islam adalah Al-Qur’an dan hadits. Maka ini perlu kita ajarkan kepada anak-anak kita sejak dini. Mungkin mulai membaca, menghafal kemudian menelaah, sampai kepada dia bisa mengambil faedah dari ayat-ayat yang dia hafal atau dia baca.

Dan pengetahuan-pengetahuan umum yang berkaitan dengan kitab sucinya. Misalnya hal-hal yang berkaitan dengan asbabun nuzul, ini adalah tingkatan yang lebih tinggi lagi ataupun lebih dalam lagi di dalam menekuni Al-Qur’an disamping dia juga menyentuh terjemahan Qur’an, kemudian tafsir Al-Qur’an, mulai dari tafsir yang ringan sampai kepada tafsir-tafsir yang mungkin lebih detil dan lebih rinci lagi.

Tentunya berinteraksi dengan Al-Qur’an itu seumur hidup kita mungkin tidak cukup. Banyak hal-hal yang perlu kita gali dari Al-Qur’an. Seperti samudera ilmu yang tidak habis-habisnya kita gali dan kita selami.

Kalau seumur hidup kita ini kita menggali Al-Qur’an, maka tidak akan selesai. Betapa beruntungnya seorang anak yang sejak kecil dia sudah berinteraksi dengan itu. Dari kecil dia sudah berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Maka dari itu kita baca biografi para Salaf dahulu, mereka mendorong anak-anak mereka untuk menghafal Al-Qur’an sejak kecil. Tapi hafal Al-Qur’an bukan tujuan dan bukan akhir dari interaksinya dengan Al-Qur’an.

Al-Imam Asy-Syafi’i ketika umur 6 atau 7 tahun sudah hafal Al-Qur’an. Tapi bukan itu yang menjadi tujuan. Ibunda beliau mendidik seorang Imam Syafi’i untuk menjadi seorang ulama besar. Itu hanya muqaddimah, belum masuk kepada inti. Kemudian ibundanya mengirim kepada para ulama untuk belajar, meneruskan perjalanan menuntut ilmu.

Syafi’i kecil memang sudah dipersiapkan oleh ibundanya untuk menjadi seorang penuntut ilmu. Sehingga menghafal Kitab Muwaththa di usia 9 atau 10 tahun dan bisa menghafal buku tersebut.

Dan beliau tidak berhenti hanya sampai disitu, hafal Al-Qur’an dan hafal banyak hadits. Beliau lanjut kepada perkara yang lebih inti lagi, yaitu mengenai faedah dari apa-apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan hadits. Beliau terhitung adalah ulama pertama yang menulis ilmu ushul fiqih dan ushul hadits di dalam kitab beliau Ar-Risalah. Ar-Risalah juga menyinggung beberapa kaedah-kaedah ilmu hadits, sebagaimana juga menyinggung beberapa kaedah-kaedah ushul fiqih.

Masuk kepada inti yang lebih dalam lagi dan merupakan intisari dari interaksi dengan Qur’an dan hadits yaitu mengambil istimbat, hukum, faedah, dan lain-lain sebagainya. Sehingga kita kenal Imam Syafi’i menekuni satu ayat itu sampai berhari-hari dan berbulan-bulan untuk mengambil ratusan faedah dari satu ayat tersebut. Sebagai contoh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ ﴿٤﴾

Dan istrinya yang memikul kayu bakar.” (QS. Al-Lahab[111]: 4)

Ini tentang istrinya Abu Lahab. Di situ beliau mengambil satu faedah bahwa pernikahan orang kafir itu sah walaupun itu dilakukan menurut agama mereka. Ketika keduanya masuk Islam mereka tidak perlu memperbaharui lagi pernikahan mereka. Karena status mereka sebagai suami istri itu sah dalam pandangan Islam walaupun mereka menikah bukan dengan cara Islam. Dan status mereka sebagai suami istri dipandang sebagai status yang sah. Dari ayat tersebut, Allah memanggil istrinya dengan sebutan: “Dan istrinya.”

Demikian bagaimana Imam Syafi’i sampai kepada inti dari tujuan menuntut ilmu, yaitu mengambil faedah dari ilmu-ilmu yang telah beliau miliki dari banyak ilmu alat yang telah beliau kuasai.

Ini yang kita tuju dan kita inginkan di sini berkaitan dengan mengajarkan ilmu Qur’an dan hadits kepada anak-anak kita. Sehingga semakin lama mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an maka semakin banyak faedah-faedah yang mereka bisa gali dari Al-Qur’an kitabullah demikian juga hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka di dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, ia bertanya kepada seseorang atau menawarkan kepada seseorang: “Maukah aku sampaikan kepadamu sesuatu yang akan membuatku senang?” Orang itu menjawab: “Tentu saja.”

Maka Ibnu Abbas berkata: “Bacalah تَبَارَكَ الَّذِي (yaitu surat Al-Mulk) dan ajarkanlah ia kepada keluargamu, semua anak-anakmu, anak-anak kecil yang berada di rumahmu, juga kepada tetanggamu. Sebab surat itu adalah yang akan membela pembacanya pada hari kiamat di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta akan memohon kepadanya agar menyelamatkan dirinya dari adzab neraka dan adzab kubur. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda: ‘Sungguh aku senang jika Al-Qur’an selalu ada di dalam hati setiap orang dikalangan umatku.`”

Demikian riwayat dari Ibnu Abbas, dorongan dan motivasi dari beliau untuk mengajarkan surat-surat Al-Qur’an kepada anggota keluarga kita dan kepada anak istri kita.

Maka Nabi mengatakan dalam hadits yang lain:

إنَّ الَّذي لَيس في جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ القُرآنِ كالبيتِ الخَرِبِ

“Sesungguhnya rongga dada ataupun hati yang tidak ada sedikitpun di dalam dari Al-Qur’an (yaitu ilmu tentang Al-Qur’an), maka itu seperti rumah yang rusak.” (HR. Tirmidzi)

Seperti itulah kondisi rongga dada (hati) yang tidak ada sedikitpun ilmu Al-Qur’an di dalamnya. Maka ini yang perlu kita dorong kepada anak-anak kita.

Maka Hifzhul Qur’an itu harus menjadi mata pelajaran pertama di sekolah sebelum belajar ilmu-ilmu yang lainnya. Ketika pagi-pagi, jam pelajaran pertama, yang perlu diajarkan kepada anak-anak kita -apalagi basic sekolah itu Islam, apalagi ada tambahan sunnah- maka pelajaran pertama dipagi hari, itu adalah Hifzhul Qur’an, ilmu Al-Qur’an, itu yang paling ideal dan mudah-mudahan bisa dilaksanakan dan diterapkan di sekolah-sekolah Islam, apalagi yang berbasis sunnah.

Pelajaran pertama matematika, fisika, ini itu, pelajaran ilmu-ilmu dunia, pelajaran tentang Al-Qur’an nanti ketika petang atau siang hari pada sisa-sisa waktu. Padahal sekolahnya berlabel Islam dna basisnya sunnah. Seharusnya ini mata pelajaran pertama di sekolah itu. Pagi harinya dibuka dengan ilmu Al-Qur’an, baik itu hafalan ataupun lain sebagainya berkaitan dengan Al-Qur’an. Sehingga ketika otaknya masih fresh, dia menggunakan kesegaran otaknya itu untuk mendalami Al-Qur’an.

Bagaimana tips-tips menumbuhkan kebiasaan dan semangat untuk membaca sejak dini? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini..

Download mp3 Kajian Tentang Mengajarkan Anak Untuk Cinta Al-Qur’an

Lihat juga: Cara Mendidik Anak dan Pentingnya Mencetak Generasi Rabbani


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49338-mengajarkan-anak-untuk-cinta-al-quran/